Beutong Ateuh sebuah wilayah dalam kabupaten Aceh
Barat, Meulaboh sebagai kota kabupaten. Pada daerah inilah berdiri sebuah
pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Tengku
Bantaqiah. Abu Bantaqiyah begitu para mudirnya memanggilnya adalah seorang alim
ulama yang segani dan dihormati keberadaanya. Tak heran bila dikalangan
masyarakat Aceh sendiri beliau ditokohkan, mengingat begitu banyak masyarakat
Aceh yang belajar agama di pesanteren yang ia pimpin. Murid-muridnya yang
berasal dari pelosok daerah Aceh ini, diajarkan pendidikan agama langsung dari
beliau dan dibantu oleh seorang kepercayaannya. Aktivitas belajar mengajar
dilakukan pada areal yang ia miliki yang berada ditepi sungai beutong.
Murid-murid yang berjumlah ratusan ini, selain beljar mereka bercocok tanam
seperti nila dan lain sebaginya. Dari hasil pertanian ini mereka bahu membantu
untuk menghidupkan aktivitas sehari-harinya. Selin murid-murid menetap di
pesantern ini, masih ada lagi murid-murid yang tinggal hanya pada saat mereka
beribur dari kerja atau sekolah dan jumlah lebih banyak daripada yang menetap
(jumlahnya dalah gitungan ribuan). Tak heran bila banyak murid-murid beliau
yang tersebar di segenap penjuru Aceh.
Tengku Bantaqiah yang pernah menolak untuk
bergabung dengan Majelis Ulama Indonesia cabang Aceh ini, sekali waktu turung
gunung untuk mempersoalkan kemaksiatan di Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai
orang yang memiliki ajaran sesat. Hal ini beliau lakukan pada tahun 1988 dengan
beberapa anak muridnya dengan menamakan dirinya Anggota Jubah Putih. Untuk
melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh melalui gubernur memberikan bantuan
guna membangun sebuah pesantren. Namun rumah pesantren ini, gedung yang sudah
terbangun di kecamatan beutong, mereka tolak karena lokasinya jauh dari tempat
pesantren mereka. Dengan menolak pemberian ini, Tengku Bantaqiah menjadi orang
yang sangat tidak sekuler dikalangan birokrat Aceh pada waktu itu. Sehingga
pada tahun 1992 dengan suruhan sebagai Mentri Urusan Pangan Cerakan Aceh
Merdeka, beliau dijebloskan dalam tahanan dengan masa tahanan 20 tahun lamanya.
Namun saat presiden ke tiga Indonesia (BJ Habibie) hadir di Banda Aceh, atas
permintaan warga masyarakat Aceh, Habibie melepaskan Tengku Bantaqiah.
Aktivitas
Pesantren
Sebagaimana layaknya kehidupan sebuah pesantren,
aktivitas di pesantren Tengku Bantaqiah sangat diwarnai dengan suasana Religius
yang sangat mendalam. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai
dari ibadah sholat Shubuh dipgi hari dilanjutkan degan Szikir kemudian para
santri bermujahadah sambil melakukan kegiatan-kegiatan lainnya seperti bertani,
bercocok tanam, kerja baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan
bermujahadah bagi pesantern Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan
religius yang sangat vital dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun
ada yang berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian besar
murid-muridnya adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan amoral di
masyarakat seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan kriminalisasi
lainnya. Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang yang sudah ada
didalam mesjid, justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang harus kita
ajak. Jumlah santri yang pernah menuntut ilmu di pesantren Tengku Bantaqiah ini
tercatat lebih kurang 30.000 orang yang tersebar di berbagai tempat, bukan
hanya di Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan sampai ke Malaysia .
Lulusan Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas yang
beragam, mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri, bahkan
anggota TNI. Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak pandang bulu
dalam menerima murid.
Kini
setelah ulama kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang diharapkan dapat
melahirkan pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan untuk melanjutkan
aktivitas sehari-harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran seperti, al-qur'an,
kitab kuning, surat-surat yassin habis dibakar oleh pasukan tersebut. Hal ini
tentara lakukan ersamaan dengan dibakarnya pakian, KTP, dan barang-barang lain
milik Tengku dan muridnya yang tewas pada saat itu. Kini tempat yang jauh dari
keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat ini enggang untjk bergurau
kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa tersebut adalah peristiwa
yang cukup membuat mereka terluka untuk selama-lamanya.
Kronologi
Pembantaian
Kamis 22 Juli 1999 :
Pasukan
TNI yang terdiri dari Kostrad, brimob, dan lain sebaginya mendirikan
tenda-tenda diseputar pegunungan beutong Ateuh. Saat itu warga desa telah mengetahui
akan keberadaan mereka, namun warga tidak mengetahui tujuan dari didirikannya
tenda-tenda tersebut. Pada saat itu juga telah terjadi penembakan terhadap
warga yang sedang mencari udang. Peristiwa ini mengakibat satu orang terluka
sedangkan yang melarikan diri ke hutan sekitarnya.
Jum'at 23
Juli 1999 :
-Pukul
08.00 pasukan TNI mengamati pesantren Tengku Bantaqiah dari seberang sungai.
-Pukul
09.00 pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang letaknya kira-kira
100 meter disebelah Timur pesantren Tengku Bantaqiah.
-Pukul
10.00 Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku Bantaqiah.
-Pukul
11.00 Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata lengkap dan sebagian
dari mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan hijau. Mulai memasuki
wilayah pesantren.
-Pukul
11.30 Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku Bantaqiah agar
Tengku Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan pada waktu itu hari
Jum'at dan sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri - berkumpul di
pesantren yang memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan kayu balok tetap
melakukan seperti biasanya. Setelah cukup lama tengku Bantaqiah turun bersama
dengan seorang muridnya untuk menemui pasukan tersebut. Setelah
berbincang-bincang, semua murid/santri laki-laki disuruh turun sedangkan yang
wanita diatas pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan duduk jongkok dan
menghadap kesungai.
-Pukul
12.00 setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut meminta
kepada Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki. Karena Tengku
Bantaqiah merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka maksud, maka Tengku
Bantaqiah hanya membantah tuduhan tersebut. Namun dengan pengakuan Tengku
Bantaqiah tentara tidak puas dan lalu mereka mempersoalkan sebuah antenna radio
pemancar yang terpasang pada atap pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut
memerintahkan agar segerap melepaskan antenna tersebut dengah menyuruh putra
Tengku Bantaqiah yang bernama Usman untuk menaiki atap pesantren. Sebelum Usman
menaiki atap pesantren tersebut ia menuju rumah untuk mengambil peralatan,
namun sebelum mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat berkumpul
para santri, seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api. Melihat
perlakuan ini, Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut.
Bersamaan dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut,
dengan aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata
pelontar BOM sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan
beruntun ditujukan ke arah kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali
pasukan ini menembak dengan membabi buta sehingga santri yang jumlahnya mencapi
puluhan orang itu tewas dan terluka.
Setelah
penembakan yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan mengumpulkan santri yang
masih hidup untuk dibariskan disebelah rumah tengku Bantaqiah. Beberapa saat
kemudian dengan dalih akan membawa mereka berobat, santri yang mengalami luka
atau tidak sama sekali diangkut dengan menggunakan truk menuju Takengon Aceh
Tengah. Hanya beberapa orang saja yang sengaja ditinggalkan. Ditengah
perjalanan menuju takengon tersebut, santri-santri ini pada kilometer 7
diturunkan dan diperintahkan untuk duduk jongkok ditepi jurang. Setelah jongkok
satu orang dari para santri ini terjun ke dalam jurang masuk kedalam hutan yang
lebat. Mengetwhui salah santri terjun ke jurang santri yang langsung di tembak
beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
-Pukul
16.00 pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk menguburkan Tengku
Bantaqiah dan murid. Sedangkan santri wanita dan istri-istri almarhum dibawa
menujua Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah penguburan usai, wanita
tersebut disuruh kembali ke pesantren.
-Keadaan
terakhir: pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas keshariannya
mengingat saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Al-qur'an yang
tersedia telah habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku Bantaqiah
beserta sebagian muridnya.
Sebagai
akibat penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren tersebut. Dimana
mereka ?
Hasil dari operasi yang dilakukan oleh TNI terhadap
pesantren Tengku Bantaqiah ini masih menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai
saat ini belum terjawab. Sehingga warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah.
Keresahan ini sangat beralasan sebab bagaimana mungkin seorang ulama ternama
dapat dicabut nyawanya oleh TNI tanpa prosedur, apalagi mereka rakyat biasa,
tentunya lebih gampang lagi melakukannya. Begitu kira-kira alasan mereka. Dari
hasil penelitian warga setempat, masih belum jelas jumlah yang tewas, sebab
menurut saksi, masih banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum
ditemukan makamnya atau keberaaanya. Adapun nama-nama yang tewas dan hilang
adalah sebagai berikut :
Korban yang Tewas dan Hilang :
No
|
Nama
|
Umur
|
Alamat
|
1
|
Tengku Bantaqiah
|
54 th
|
Blang Meurandeh, Beutong Ateuh
|
2
|
Usman Bantaqiah
|
25 th
|
-
|
3
|
Zubir
|
28 th
|
-
|
4
|
M. Harun Jalludin
|
18 th
|
-
|
5
|
Muhammadin
|
40 th
|
-
|
6
|
Tarmizi Daud
|
30 th
|
-
|
7
|
M.Amin M.
|
28 th
|
-
|
8
|
M. Amin Baron
|
25 th
|
-
|
9
|
M. Huewin
|
32 th
|
-
|
10
|
Jamalol Ade
|
27 th
|
-
|
11
|
Syamsuar
|
27 th
|
-
|
12
|
Tengku Suhaimi
|
28 yh
|
-
|
13
|
Tengku Muhammadin
|
40 th
|
-
|
14
|
Abdul Wahed
|
20 th
|
-
|
15
|
Saidi
|
30 th
|
-
|
16
|
M. Ali Ben
|
26 th
|
-
|
17
|
Muhammad Janata
|
24 th
|
-
|
18
|
Tengku Munir
|
35 th
|
Desa Pusong, Langsa Aceh Timur
|
19
|
Latana
|
24 th
|
-
|
20
|
Tengku Kupendi
|
30 th
|
-
|
21
|
Mak Ali
|
32 th
|
-
|
22
|
Tengku Yusuf
|
32 th
|
-
|
23
|
Saifl
|
22 th
|
-
|
24
|
Tengku Daud
|
30 th
|
Desa Kuede Gerebak, Idi Aceh Timur
|
25
|
Salaiman
|
24 th
|
-
|
26
|
Ridwan
|
25 th
|
-
|
27
|
Iqbar
|
26 th
|
-
|
28
|
Junaidi
|
23 th
|
-
|
29
|
Tulisman
|
30 th
|
Ranup Dong Kecamatan Kaway XVI
|
30
|
Junaidi
|
28 th
|
-
|
31
|
Azis
|
30 th
|
Desa Kuta Balang
|
32
|
Amir
|
32 th
|
-
|
33
|
Tengku Zainal Abidin
|
35 th
|
Idi Aceh Timur
|
34
|
Buchari
|
26 th
|
-
|
35
|
Siabang
|
29 th
|
Buloh, Lhokseumawe Aceh Utara
|
36
|
Saifullah
|
26 th
|
-
|
37
|
Aidit
|
28 th
|
Aceh Selatan
|
38
|
Tengku Saimi
|
35 th
|
-
|
39
|
Nurdin
|
24 th
|
Julok
|
40
|
Bustamin
|
24 th
|
-
|
41
|
Tengku Tamam
|
35 th
|
Krueng Mane
|
42
|
Tengku Jamin
|
45 th
|
-
|
43
|
Majid
|
26 th
|
Desa Geuregok
|
44
|
Dedi Muktar
|
27 th
|
-
|
45
|
Iwan
|
32 th
|
Matang, Aceh Jeumpa
|
46
|
Usman
|
30 th
|
-
|
47
|
Samsul Bahri
|
28 th
|
Desa Matang Sijuk
|
48
|
Razali
|
24 th
|
Menasah Barok Aceh Pidie
|
49
|
Nasrul
|
27 th
|
Tringgadeng, Aceh Pidie
|
50
|
Tengku Zulkarnaen
|
42 th
|
Kila, Aceh Pidie
|
51
|
Mahdi Ubit
|
30 th
|
Kuta Blang
|
52
|
Tengku Mursidin
|
35 th
|
Babah Rot, Aceh Selatan
|
53
|
Tengku Manaf
|
50 th
|
Lhok Sukon, Aceh Utara
|
54
|
Sayuti
|
29 th
|
Kandang Aceh Utara
|
55
|
Tengku Sayuti
|
26 th
|
Lamno, Kecamatan Jaya Aceh Besar
|
56
|
Tengku Sukri
|
27 th
|
Menasah Baro Krueng Mane
|
Ket: (-) berarti sama dengan yang diatas
Sumber
data : Keluarga Tengku Bantaqiah.
Sumber artikel : http://makalahpknkasuspelanggaranham.blogspot.co.id/2012_12_01_archive.html
No comments:
Post a Comment